Jumat, 17 Januari 2014

PEMILU 2014: PEMILIH PINTAR ATAU PINTAR UNTUK TIDAK MEMILIH

Seperti kita ketahui, 2014 ini merupakan tahun di mana pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu milik presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera berakhir. Juga merupakan lonceng, tanda bahwa masyarakat harus mulai bersiap untuk memilih calon presiden untuk periode selanjutnya. Partai berwarna biru, kuning, merah, hijau dan lain sebagainya mulai berusaha mengusung tokoh yang menjadi jagoannya untuk memimpin negeri kaya sumber daya alam ini. Bermunculan nama-nama seperti Prabowo Subianto, Wiranto, Hari Tanoesoedibjo, Aburizal Bakrie, Surya Paloh dan lain sebagainya yang siap menjadi kandidat sebagai pemimpin di negeri yang masih berkembang ini. Masyarakat pun berkoar, terdapat salah satu nama yang dianggap layak dan mumpuni untuk memimpin negeri ini, yaitu, Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi.

Saat ini Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, namun rakyat memiliki hati yang bisa melihat bahwa Jokowi paling pantas menjabat sebagai Kepala Negara. Tidak begitu saja Jokowi bisa menjadi Presiden RI karena saat ini ia masih terikat kontrak dengan warga Jakarta untuk memperbaiki carut marut yang masih terjadi di Ibukota negara ini. Selain itu, belum tentu partai yang menaunginya mau begitu saja menempatkan Jokowi sebagai perwakilan partai untuk maju menjadi Presiden karena mungkin terdapat beberapa kepentingan, misalnya keinginan sang ketua partai yang juga mengincar posisi RI satu, mungkin saja.

Banyaknya kasus korupsi yang ramai kita lihat di media sangat menarik perhatian para pemirsa. Yang menjadi menarik dikarenakan kasus korupsi yang besar sedang menjerat partai yang menaungi presiden kita saat ini. Secara beruntun, satu persatu perwakilan partainya masuk ke dalam jeruji besi, yang paling menuai sensasi saat ini yaitu ditangkapnya Anas Urbaningrum oleh KPK. Apa mungkin ada tekanan ke partai berwarna biru ini supaya rakyat sama sekali tidak memiliki simpati lagi terhadap mereka? Tuhan Maha tahu. Namun seperti yang bisa kita lihat, tidak ada satu partai pun yang terpilih untuk terjun ke pemerintahan, semua anggotanya bersih sebening air pegunungan.

Media memiliki peran aktif yang sangat berpengaruh dalam memberitakan kasus-kasus dan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di republik ini. Lalu bagaimana apabila media tersebut dimiliki oleh sang pemilik partai pula? Bisakah media secara objektif benar-benar independent dalam memberitakan suatu kasus? Atau hanya kasus-kasus lawan politiknya saja yang diberitakan? Sebagai masyarakat mungkin hanya bisa mengehela nafas saat mendengar kemungkinan ini. Sajian dari media harus di telan bagaimanapun rasanya, walaupun bisa saja masyarakat mematikan tv saking kesalnya melihat kasus yang banyak terjadi. Tentu masyarakat tidak boleh lelah untuk terus memantau setiap pergerakan yang terjadi di negaranya, tapi bisa saja mereka muak, bosan melihat tak hentinya kasus yang merugikan semua orang terjadi setiap hari. Korupsi, banjir, kemiskinan, kelaparan, kekerasan, kejahatan, bisa terjadi setiap hari. Lalu dimana bagusnya negara kita ini?

Bisa saja masyarakat pusing dan bingung, pemilu tak lama lagi menjelang, sementara kandidatnya hanya bisa berjanji dan beriklan daripada menorehkan prestasi yang baik bagi masyarakatnya di hari-hari, bulan-bulan, tahun-tahun sebelum mereka mencalonkan diri. Diserahkanlah segalanya kepada masyarakat, menelisik sendiri calon-calon pemimpin negeri ini. Latar belakang mereka dan apa yang sudah pernah mereka lakukan terhadap masyarakatnya. Pemilih harus pintar, tidak memilih belum tentu tidak pintar. Jangan sampai masyarakat di pintari oleh yang katanya calon pemimpin namun hanya mengincar harta dan tahta, masyarakat haruslah lebih pintar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar